Wabah Gagap Hitung

Assalaamualaykum Wr Wb. Bismillah wal-hamdulillah, solawat serta salam atas rosulullah Swa. Sebelum jauh melangkah, izinkan saya mengisahkan bagaimana perjalanan hidup saya sampai pada hari ini membersamai Anda dalam program 5 hari Habituasi ToSM.

Saya akan memulainya langsung saat pertama kali berjumpa dengan buku Matematika Detik (MD) di awal April 2020, saya temukan buku itu di Gramedia. Intuisi saya mendorong untuk berkomunikasi dengan penulisnya Ahmad Thoha Faz, alhamdulillah gayung bersambut. Kebetulan awal 2020 bersama Bang Jodhy dan beberapa kawan sesama pembelajar di padepokan Sawunggaling Semarang yang diasuh oleh Bang Aswar kami mendirikan AKDI Ibadurrahman (Akademi Kesadaran Diri Indonesia).

Perjumpaan saya dengan Pak Thoha menjadi titik tolak perjalanan selanjutnya dikembangkannya visi misi komunitas AKDI: “Jalan Salik Menuju Penyaksian Diri”. Tepat ditanggal 21 Ramadhan 1441 atau 14 Mei 2020 tanggal dan bulan kelahiran saya, kuliah perdana dengan tema “Titik Ba untuk Kesadaran”. Titik Ba’ adalah buku yang beliau tulis, akar dari pohon yang melahirkan ranting metode aRTi kemudian bercabang Matematika Detik dan berbuah ToSM.

Empat bulan kemudian, disupport keluarga terutama istri saya Arika pada September 2020 saya mendanftar dan memulai kuliah magister psikologi di Universitas Semarang (USM), motiv lain saya kuliah lagi adalah untuk bekal saya sebagai teman perjalanan para salik dalam MENEMUKAN DIRI agar dapat MAKSIMAL BERKONTRIBUSI, tema tesis yang saya usulkan adalah bagaimana membentuk kompetensi hitung dasar intuitif dengan konsep Tiny Habit BJ Fogg, tidak jauh – jauh dari ToSM juga sebetulnya.

Sekapur siri sebagai pendahuluan di atas menandaskan bahwa muatan materi hitung dasar yang terkandung dalam MD dan turunannya level A, B, C dan D bukanlah matematika utama, MD adalah second mathematics. Ya benar, matematika kedua. Sebagai bagian dari matematika kedua, ToSM diharapkan dapat dinikmati masyarakat umum dengan minimal performa tuntas (kompeten) 30 OPM (operasi permenit), tidak eksklusif bagi kaum matematika saja, tidak terkotak hanya untuk para jawara kompetisi sains saja. Karena sejatinya matematika adalah bahasa universal.

“Matematika adalah bahasa yang digunakan Tuhan untuk menulis alam semesta”, ungkap Galileo Galilei. Opere Il Saggiatore menambahkan: [Alam semesta] tidak dapat dibaca sampai kita mempelajari bahasanya dan menjadi akrab dengan karakter di mana ia ditulis. Itu ditulis dalam bahasa matematika, dan huruf-hurufnya adalah segitiga, lingkaran, dan figur geometris lainnya, yang tanpanya berarti mustahil bagi manusia untuk memahami satu kata pun.

Bagaimana masyarakat Indonesia? Bagaimana persepsi dan kondisi siswa – siswi di Indonesia terkait keterampilan dan kecakapannya dalam hal literasi dan numerasi?

Ada hasil studi Programme for International Student Assessment (PISA) 2018 yang membandingkan kemampuan matematika, membaca, dan kinerja sains dari tiap anak. Untuk kategori matematika, Indonesia berada di peringkat 7 dari bawah (73) dengan skor rata-rata 379 dengan skor rata-rata Organisation for Economic Co-operation and Development OECD sebesar 487 (PISA, 2019).

Melanjutkan hasil studi di atas, penelitian (Beatty et al., 2021) melaporkan adanya kesenjangan besar antara kemampuan siswa dan standard yang diharapakan sebagaimana tertuang dalam kurikulum nasional. Temuan Beatty tersebut menjelaskan adanya penurunan pembelajaran selama 14 tahun terkait dengan pembelajaran matematika dari tahun 2000 hingga 2014. Implikasinya rata – rata anak di kelas 7 pada tahun 2014 memiliki kemampuan penguasaan berhitung yang sama dengan siswa kelas 4 di tahun 2000. Sungguh memprihatinkan.

Saya sepakat dengan Pak Achmad Rizali Ketua Presidium Gernas Tastaka yang menyadari adanya menyadari masalah besar pendidikan saat ini. “Jika terus dibiarkan, pada 2030 dan 2045 Indonesia akan mengalami bencana demografi sekaligus kehilangan generasi emas,” Tidak hanya keterampilan numerasi siswa Indonesia yang memburuk, keterampilan membaca juga menurun.”

Temuan Pusat Pengembangan Matematika Detik (PPMD) juga menguatkan bahwa kemampuan hitung dasar secara intuitif untuk operasi aritmetika dasar tambah, kurang, kali dan bagi 95% siswa SD belum menguasai. Data tersebut diukur dengan instrumen ToSM, selain sebagai alat mendiagnosis kompetensi sekaligus dapat menjadi perangkat terapinya. Temuan telah disampaikan di Kemendikbud RI (2 April dan 28 Juli 2019) dan Kemenag RI (2 Mei 2019).

Bagaimana sekarang? Masih ingat nasihat 3M dari Aa Gym ya, mulai dari diri sendiri, mulailah dari yang kecil dan mulailah sekarang juga. Apa yang perlu dimulai sekarang juga? Carl Friedrich Gauss salah satu matematikawan terbesar, dikatakan telah mengklaim: “Matematika adalah ratu ilmu pengetahuan dan teori bilangan (aritmetika) adalah ratu matematika.” Artinya menguasai operasi aritmetika dasar tambah, kurang, kali dan bagi adalah jalan termudah, termurah bahkan sekaligus menyenangkan untuk meningkatkan kompetensi kita yang memiliki efek snowball terhadapat literasi numerasi.

Akhirnya saya mengucapkan:

Selamat datang di program : 5 Hari Habituasi ToSM; “Rahasia Asah Daya Kreatif yang Terabaikan dengan 3M (Mudah, Murah dan Menyenangkan) Melalui Habituasi ToSM

Silakan Lanjut Mendaftar…

Leave a comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *